Rabu, 23 Oktober 2013

Pendidikan Sebagai Konsumsi Dan Investasi " Sudut Pandang Dari Ekonomi Pendidikan"



PENDIDIKAN SEBAGAI KONSUMSI DAN INVESTASI

Mikro ekonomi pendidikan mempelajari unsur-unsur permintaan, penawaran, dan harga dari produk jasa pendidikan. Pada unsur permintaan dipelajari tentang bagaimana calon siswa/mahasiswa memaksimumkan pendapatan neto seumur hidup yang diharapkan. Adapun pada pihak produsen, yaitu satuan pendidikan dipelajari tentang bagaimana mengkombinasikan input agar dapat memperoleh biaya total terendah, oleh karena itu, maka pembahasan di sini akan menyangkut pembahasan tentang pendidikan sebagai industri.


Dalam kegiatan perekonomian kita kenal dengan konsep: pasar, permintaan, dan penawaran. Demikian pula dalam pendidikan, disaat dipandang sebagai unit yang memproduksi jasa yaitu jasa pendidikan, perlu mengenal konsep itu. Pasar pendidikan adalah keseluruhan permintaan dan penawaran terhadap sejenis jasa pendidikan tertentu. Seperti halnya pada bidang ekonomi, maka pasar di dalam pendidikan dapat dibedakan atas pasar konkret dan pasar abstrak. Dilihat dari bentuknya, pasar pendidikan mempunyai kesamaan dengan pasar persaingan monopoli. Berbicara tentang pasar pendidikan, maka paling tidak ada dua unsur penting yaitu permintaan dan penawaran pendidikan. Pasar pendidikan, Hector Corea mengemukakan bahwa permintaan pendidikan menggambarkan kebutuhan dan dimanifestasikan oleh keinginan untuk diberi pelajaran tertentu.  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pendidikan seperti budaya, politik, dan ekonomi. Kemudian permintaan pendidikan perorangan secara agregat dipengaruhi oleh faktor lain: pendapatan orang tua, biaya pendidikan, kebijaksanaan umum (pemerintah), kebijaksanaan lembaga, dan persepsi individu terhadap tiap-tiap jenis pendidikan. Permintaan pendidikan juga tergantung kepada cara pandangnya, yaitu apakah pendidikan itu dia anggap sebagai konsumsi, sebagai investasi atau konsumsi dan investasi.


Penawaran pendidikan dapat dilihat secara makro dan secara mikro. Secara makro, pengadaan pendidikan dapar dilaksanakan berdasarkan pendekatan ketenagakerjaan. Adapun secara mikro, yaitu pengadaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan seperti SLTP atau SMA. Terlepas oleh siapa pendidikan itu diselenggarakan, maka proses pengadaan pendidikan harus dilaksanakan secara efektif dan efesien. Mengkaji tentang penawaran tentu tidak terlepas dari penetapan harga, karena besaran permintaan juga dipengaruhi oleh faktor harga penawaran. Untuk menentukan harga dari jasa pendidikan tidak sederhana, seperti halnya pada harga barang-barang. Karena banyak komponen yang harus dihitung, antara lain yaitu uang pendaftaran, uang pangkal (BP3, dan sebagainya), uang tes sumatif, uang laporan pendidikan, uang pendaftaran ulang dsb.


Elastisitas harga atau elastisitas permintaan pendidikan ialah perbandingan antara perubahan relative dari permintaan jasa pendidikan dan perubahan relatif dari harganya. Sesuai dengan bentuk pasarnya, yaitu persaingan monopoli, maka sifat elastisitas permintaan nya in-elastis. Lebih-lebih di daerah terpencil dan terbatas jumlah dan jenis lembaga pendidikannya. Sifat monopoli akan lebih menonjol, berbeda dengan daerah yang mempunyai banyak sekolah dengan kualitas hamper sama, maka sifat monompoli akan hilang.


Pendidikan dapat dipandang sebagai konsumsi maupun sebagai investasi. Kedua pandangan itu bersifat saling melengkapi atau komplementer. Pendidikan sebagai konsumsi adalah pendidikan sebagai hak dasar manusia. Atau merupakan salah satu hak demokrasi yang dimiliki oleh setiap warga Negara. Sehingga sampai tingkat tertentu pengadaan harus dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, maka dibanyak Negara yang sedang berkembang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dijadikan sebagai pendidikan wajib belajar sedangkan di Negara maju sampai tingkat SLTA. Sebagai konsekuensinya pendidikan pada tingkat ini pendidikan bukan hanya sebagai hak, tetapi juga sebagai kewajiban bagi setiap Negara pada tingkat umur tertentu di Indonesia antara 6 sampai 15 tahun.


Dilihat dari segi sifat kebutuhan, pengadaannya pendidikan pada tingkat ini merupakan barang public. Kemudian dilihat dari motivasinya, maka pendidikan dipandang sebagai barang konsumsi yang dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan kebutuhan akan pengembangan kepribadian, kebutuhan sosial, kebutuhan akan pengetahuan, dan pemahaman. Permintaan pendidikan pada tingkat ini dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan disposable.


Pendidikan sebagai investasu bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto atau rate of return yang lebih besar di masa yang akan dating. Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini, dipandang sebagai jumlah uang yang dibelikan untuk memperoleh atau ditanam kan dalam sejumlah modal manusia (human capital) yang dapat memperbesar kemampuan ekonomi di masa yang akan datang. Pendidikan sebagai investasi didasarkan atas anggapan bahwa manusia merupakan suatu bentuk capital (modal) sebagaimana bentuk-bentuk capital lainnya yang sangat menentukan terhadap pertumbuhan produktifitas suatu bangsa. Melalui investasi dirinya seseorang dapat memperluas alternatif untuk kegiatan-kegiatan lainnya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya di masa yang akan datang.


Pendidikan setelah pendidikan wajib belajar mempunyai tujuan bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengembangan kepribadian, dan pemuasan terhadap kebutuhan sosial (status dan gengsi) juga untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, sehingga dapat memperoleh pendapatan neto seumur hidup yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Sesuai dengan uraian tersebut di atas, maka jumlah pendidikan yang diperoleh oleh seseorang akan mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan yang ia peroleh, walaupun tidak menjamin sepenuhnya, akan tetapi kecenderungan untuk memperolehnya pendapatan yang lebih besar cukup tinggi.


Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas cakrawala, karena penguasaan ilmu luas. Dengan kondisi tersebut, mereka mampu untuk memanfaatkan kesempatan yang ada untuk meraih atau menciptakan pendapatan yang lebih tinggi. Lebih-lebih jika mereka bekerja pada lembaga yang tidak mempertimbangkan gaji berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pendidikan (di Indonesia PNS). Apabila jenjang dan tingkat pendidikan yang diperoleh di masa sesudah bekerja dihargai sebagai dasar dalam penetapan gaji, maka siapa yang pendidikannya tinggi tentu akan memperoleh penghargaan yang tinggi. Semakin tinggi pendidikan mempunyai arti semakin banyak investasi pada diri orang tersebut, sehingga wajar dihargai dengan nilai yang lebih mahal.



Sumber: Pendidikan Sebagai Investasi Dalam Pembangunan Suatu Bangsa: Prof.Dr.H.Agus Irianto